Pengembangan Keilmuan Profesionalisme Guru MI
Chamidatun Ni’mah
A.
Pengertian Guru
Menurut
pepatah jawa, Guru adalah digugu lan ditiru yang berarti bahwa guru
merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siswanya.[1] Sedangkan
dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah seorang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya, profesinya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan
dalam bahasa Inggris disebut Teacher.
Itu semua memiliki arti yang sederhana
yakni "A Person Occupation is Teaching Other" artinya guru
ialah seorang yang pekerjaannya mengajar orang lain. Dalam Al-Qur’an juga
disebutkan bahwa
ôs)s9 £`tB ª!$# n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# øÎ) y]yèt/ öNÍkÏù Zwqßu ô`ÏiB ôMÎgÅ¡àÿRr& (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ ¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÅe2tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê AûüÎ7B ÇÊÏÍÈ
164. Sungguh Allah telah memberi karunia
kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang
Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(QS:Al-imran ayat 164)
Sebagai
pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua yang mengajarkan
berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat
belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,hanya
saja ruang lingkupnya guru berbeda, guru
mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.[2]
Menurut Ngalim
Purwanto bahwa guru ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau
kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang. Ahmad Tafsir mengemukakan
pendapat bahwa guru ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak
didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Sedangkan menurut
Hadari Nawawi bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisal. Pertama
secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni
orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan
secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan
dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam
mencapai kedewasaan masing-masing.
Pengertian-pengertian diatas menurut Muhibbin
Syah masih bersifat umum, dan oleh karenanya dapat mengundang bermacam-macam
interpretasi dan bahkan juga konotasi (arti lain). Pertama adalah kata
"seorang (A Person) bisa mengacu pada siapa saja asal pekerjaan
sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia
yang sehari-harinya mengajar disekolah yang dapat disebut guru, melainkan juga
dia-dia yang lainnya yang berprofesi (berposisi) sebsagai Kyai di pesantren,
pendeta di gereja, instruktur di balai pendidikan dan pelatihan, kedua adalah
kata "mengajar" dapat pula ditafsirkan bermacam-macam misalnya,
Menularkan (menyampaikan) pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain
(bersifat kognitif), Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain
(psikomotorik, Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektif)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil
sebuah konklusi bahwa yang dimaksud guru adalah seorang atau mereka yang
pekerjaannya khusus menyampaikan (mengajarkan) materi pelajaran kepada siswa
disekolah.[3] Dalam
pengertian yang sederhana guru adalah orang yang member ilmu pengetahua kepada
anak didik. [4]Guru
memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang
menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragurakan figur guru.
Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar
menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing
dan membina anak didik, baik secara individu maupun secara klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah.
B.
Mewujudkan Guru
Ideal
Kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas guru. Jika guru
berkualitas baik, tentunya mutu pendidikan pun akan membaik. Itu pun berlaku
sebaliknya. Jika mutu guru rendah, tentu mutu pendidikan pun akan terpengaruh.
Maka, mutu pendidikan teramat dipengaruhi oleh mutu guru. Berbicara tentang
mutu guru, perkenankanlah saya untuk berpendapat tentang Guru Ideal. Jujur,
saya sering gelisah jika bertemu dengan rekan-rekan guru. Saya teramat prihatin
dengan kondisi mentalnya. Entahlah, apakah Anda juga mengalami kegelisahan itu?
Yang jelas, saya menulis ini berdasarkan pengamatanku. Saya berpendapat bahwa
guru ideal belumlah menjadi impian mereka. Rerata guru hanya mengajarkan
pengetahuan kepada peserta didiknya.
Menurut saya, guru
ideal itu mempunyai lima ciri. Oleh karena itu, semua guru semestinya berusaha
mewujudkan kelima ciri tersebut. Pertama memiliki jiwa pengabdian. Dalam
pandangan
sekarang ini, kita melihat bahwa jiwa pengabdian guru sudah terkikis. Jarang dan teramat
jarang ditemukan guru yang mempunyai jiwa pengabdian. Rerata mereka sekadar
mengejar gaji dan uang. Mereka hanya bekerja jika diiming-imingi penghargaan.
Tentu guru ideal tidak boleh memiliki jiwa ini. Guru ideal mesti mempunyai
pengabdian yang baik kepada negeri. Kedua, guru ideal selalu gemar
belajar. Anak sekolah sekarang sudah pintar. Mereka sudah dapat menggunakan
computer dan internet. Namun, banyak guru masih gaptek.
Ketiga menjadi motivator Guru perlu memamerkan kepandaiannya kepada peserta didik. Para guru harus menjadi contoh dan figur bagi siswanya. Penguasaan materi, penguasaan teknologi, dan penguasaan bahasa mesti dimiliki agar dapat memotivasi siswanya. Kelak siswa pasti akan meniru keberhasilan gurunya. Guru ideal adalah guru motivator.
Keempat, gemar berbagi. Guru juga menjadi bagian komunitas lingkungan, baik di tempat tinggalnya maupun sekolahnya. Dengan kondisi demikian, guru mesti mempunyai jiwa berbagi. Ilmu pengetahuan tidak perlu disimpan agar menuai keberkahan. Teramat disayangkan, guru sering tidak memiliki jiwa ini karena kemalasannya. Apanya yang mau dibagi karena dirinya justru miskin keilmuan? Kelima, menjauhi budaya konsumerisme. Semua orang berhak kaya jika memang ia mempunyai kemampuan untuk menjadi orang kaya. Namun, itu akan berbalik 180 derajat jika dipaksakan[5]
Ketiga menjadi motivator Guru perlu memamerkan kepandaiannya kepada peserta didik. Para guru harus menjadi contoh dan figur bagi siswanya. Penguasaan materi, penguasaan teknologi, dan penguasaan bahasa mesti dimiliki agar dapat memotivasi siswanya. Kelak siswa pasti akan meniru keberhasilan gurunya. Guru ideal adalah guru motivator.
Keempat, gemar berbagi. Guru juga menjadi bagian komunitas lingkungan, baik di tempat tinggalnya maupun sekolahnya. Dengan kondisi demikian, guru mesti mempunyai jiwa berbagi. Ilmu pengetahuan tidak perlu disimpan agar menuai keberkahan. Teramat disayangkan, guru sering tidak memiliki jiwa ini karena kemalasannya. Apanya yang mau dibagi karena dirinya justru miskin keilmuan? Kelima, menjauhi budaya konsumerisme. Semua orang berhak kaya jika memang ia mempunyai kemampuan untuk menjadi orang kaya. Namun, itu akan berbalik 180 derajat jika dipaksakan[5]
C.
Kode Etik Guru
Kode etik guru
diartikan sebagai aturan tata susila keguruan. Menurut Wetsby Gibson kode etik
guru dikatakan sebagai suatu stetemen formal yang merupakan normal (aturan tata
susila) dalam mengatur tingkah laku guru.
Berbicara
mengenai kode etik guru indonesia berarti kita membicarakan guru di negara
kita. Berikut akan dikemukakan kode etik guru indonesia sebagai hasil rumusan
kongres PGRI XIII pada tanggal 21 sampai dengan 25 November 1973 di Jakarta,
terdiri dari sembilan item, yaitu:[6]
1. Guru berbakti
membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki
kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak
didik masing-masing.
3. Guru mengadakan
komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi
menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara
hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang
lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara
sendiri-sendiri dan atau bersama-sama Mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
7. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara
bersama-sama memelihara,membina,dan meningkatkan organisasi guru professional
sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerinah dalam
bidang pendidikan.
Kode etik guru
dalam melaksanakan tugas ini apabila tidak diatur, maka kinerja guru dalam mengembangkan
keilmuannya kadang-kadang dapat menyimpang dari objektivitasnya, dan yang
menjadi korban adalah generasi bangsa kita. Bila diperhatikan dari bidang
tugasnya itu, maka kode etik guru ini minimal meliputi tiga hal yakni , kompoten
dalam mengajarkan bidang studinya, profesional
dalam melaksanakan tugas guru dan trampil dan benas dalam melaksanakan
kinerjanya seorang guru.[7]
.
D. Profesionalisme Guru Dalam Dunia Keilmuan Pendidikan
Guru dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan berfungsi
sebagai mediator dalam penyampaian materi-materi yang diajarkan kepada peserta
didik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh peserta didik dalam kehidupan
nyatanya, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses
pembelajaran ini, untuk menjadi guru yang profesional, hendaknya guru memiliki
dua kategori, yaitu capability dan loyality, artinya guru itu harus memiliki
kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik
tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai
evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal kepada tugas-tugas
keguruan yang tidak semata-mata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah di
kelas.
Pekerjaan guru merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian
khusus. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
kependidikan. Disini
perlu diingat bahwa tugas profesi guru meliputi
: mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan kepada anak didik. Sementara tugas sosial guru tidak
hanya terbatas pada masyarakat saja, akan tetapi lebih jauh guru adalah orang
yang diharapkan mampu mencerdaskan bangsa dan mempersiapkan manusia-manusia
yang cerdas, terampil dan beradab yang akan membangun masa depan bangsa dan
negara. Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin
tercipta dan terbinanya sumber daya manusia yang andal dalam melakukan
pembangunan bangsa.
Secara sederhana tanggung jawab guru adalah mengarahkan dan membimbing para
murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan
semakin terbina dan berkembang potensinya. Dalam hubungan ini ada sebagian ahli
yang mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan
inspiring teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya mampu
mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang dilakukannya seorang
guru mampu mendorong para siswa agar mampu mengemukakan gagasan besar dari
murid-muridnya.
Persoalan guru dalam dunia pendidikan senantiasa mendapat perhatian besar
dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah memandang mereka sebagai media
yang sangat penting, artinya bagi pembinaan dan pengembangan bangsa. Mereka
adalah pengemban tugas-tugas sosial kultural yang berfungsi mempersiapkan
generasi muda sesuai dengan cita-cita bangsa. Sementara masyarakat memandang
pekerjaan guru merupakan pekerjaan istimewa yang berbeda dengan
pekerjaan-pekerjaan lain. Dalam pandangan masyarakat, pekerjaan guru bukan
semata-mata sebagai mata pencaharian belaka yang sejajar dengan pekerjaan
tukang kayu atau pedagang atau yang lain. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan
anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Bekerja secara profesional berarti bekerja secara baik dan dengan penuh
pengabdian pada satu pekerjaan tertentu yang telah menjadi pilihannya. Guru
yang profesional akan bekerja dalam bidang kependidikan secara optimal dan
penuh dedikasi guna membina anak didiknya menjadi tenaga-tenaga terdidik yang
ahli dalam bidang yang menjadi spesialisnya. Hal ini dengan sendirinya menuntut
adanya kemampuan atau keterampilan kerja tertentu. Dari sisi ini, maka
keterampilan kerja merupakan salah satu syarat dari suatu profesi. Namun tidak
setiap orang yang memiliki keterampilan kerja pada satu bidang tertentu dapat
disebut sebagai profesional.
Keterampilan kerja yang profesional didukung oleh konsep dan teori terkait.
Dengan dukungan teori ini memungkinkan orang yang bersangkutan tidak saja
menguasai bidang itu, akan tetapi juga mampu memprediksi dan mengontrol suatu
gejala yang dijelaskan oleh teori itu. Atas dasar inilah, maka pekerjaan
profesional memerlukan pendidikan dan latihan yang bertaraf tinggi yang kalau
diukur dari jenjang pendidikan yang ditempuh memerlukan pendidikan pada tingkat
perguruan tinggi. Dengan berbekal profesionalisme yang tingi pada setiap
pendidik (guru) tersebut, maka dunia pendidikan di Indonesia akan menjadi
terangkat.
Namun dewasa ini, dunia pendidikan kita sedang dilanda krisis
“profesionalisme guru”, khususnya yang terjadi pada lembaga pendidikan
Pendidikan, karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal tersebut menjadi
problematika dunia pendidikan dan menjadi belenggu bagi terciptanya suatu
tatanan pendidikan yang mapan dalam upaya penciptaan mutu lulusan yang capabel
di bidang keilmuannya, skillnya dan bahkan akhlaqnya. Krisis profesionalisme
guru dalam dunia pendidikan merupakan problematika tersendiri bagi dunia
pendidikan dalam menciptakan mutu yang baik yang disebabkan oleh kurangnya
kesadaran guru akan jabatan dan tugas yang diembannya serta tanggung jawab
keguruannya. Guru hanya menganggap “mengajar” sebagai kegiatan untuk mencari
nafkah semata atau hanya untuk memperoleh salary dan sandang pangan demi
survival fisik jangka pendek, agaknya akan berbeda dengan cara seseorang yang
memandang tugas atau pekerjaannya sebagai calling profesio dan amanah yang
hendak dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Disamping itu munculnya sikap
malas dan tidak disiplin waktu dalam bekerja dapat bersumber dari pandangannya
terhadap pekerjaan dan tujuan hidupnya. Karena itu, adanya etos kerja yang kuat
pada seseorang guru memerlukan kesadaran mengenai kaitan suatu pekerjaan dengan
pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh dan memberinya keinsyafan akan makna
dan tujaun hidunya.
Hal yang mempengaruhi terhadap
lemahnya sikap profesionalisme dan etos kerja guru disebabkan oleh dua faktor
penting yaitu Faktor pertimbangan
internal, yang menyangkut ajaran yang diyakini atau sistem budaya dan agama,
semangat untuk menggali informasi dan menjalin komunikasi dan juga Faktor
pertimbangan eksternal yang menyangkut pertimbangan historis, termasuk di
dalamnya latar belakang pendidikan dan lingkungan alam di mana ia hidup,
pertimbangan sosiologis atau sistem sosial di mana ia hidup dan pertimbangan
lingkungan lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru
diantaranya tingkat pendidikan guru, supervisi pengajaran, program penataran,
iklim yang kondusif, sarana dan prasarana, kondisi fisik dan mental guru, gaya
kepemimpinan kepala sekolah, jaminan kesejahteraan, kemampuan manajerial kepala
sekolah dan lain-lain.
Pertama, tingkat pendidikan guru akan sangat mempengaruhi baik
tidaknya kinerja guru. Kemampuan seorang sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikannya, karena melalui pendidikan itulah seseorang mengalami proses
belajar dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Selama
menjalani pendidikannya seseorang akan menerima banyak masukan baik berupa ilmu
pengetahuan maupun keterampilan yang akan mempengaruhi pola berpikir dan
prilakunya. Ini berarti jika tingkat pendidikan seseorang itu lebih tinggi maka
makin banyak pengetahuan serta ketrampilan yang diajarkan kepadanya sehingga
besar kemungkinan kinerjanya akan baik karena didukung oleh bekal ketrampilan
dan pengetahuan yang diperolehnya.
Kedua,
faktor lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah supervisi pengajaran yaitu
serangkaian kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kemampuannya. Kepala sekolah bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan
dan penelitian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan pengembangan
pengajaran berupa perbaikan program dan kegiatan belajar mengajar. Sasaran
supervisi ditujukan kepada situasi belajar mengajar yang memungkinkan
terjadinya tujuan pendidikan secara optimal.
Ketiga, kinerja guru juga dipengaruhi oleh
program penataran yang diikutinya. Untuk memiliki kinerja yang baik, guru
dituntut untuk memiliki kemampuan akademik yang memadai, dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya kepada para siswa untuk kemajuan hasil
belajar siswa. Hal ini menentukan kemampuan guru dalam menentukan cara
penyampaian materi.
Keempat, iklim yang kondusif di sekolah juga akan berpengaruh pada kinerja guru, di antaranya : pengelolaan kelas yang baik yang menunjuk pada pengaturan orang (siswa), maupun pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, dan media pengajaran). Selain itu hubungan antara pribadi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah akan membuat suasana sekolah menyenangkan dan merupakan salah satu sumber semangat bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.[8]
Keempat, iklim yang kondusif di sekolah juga akan berpengaruh pada kinerja guru, di antaranya : pengelolaan kelas yang baik yang menunjuk pada pengaturan orang (siswa), maupun pengaturan fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, dan media pengajaran). Selain itu hubungan antara pribadi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah akan membuat suasana sekolah menyenangkan dan merupakan salah satu sumber semangat bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.[8]
E. Telaah Epistemologis
Menuju Profesionalisme Guru dalam Dunia Keilmuan pendidikan.
Menghadapi problematika dunia pendidikan dewasa ini yang berkaitan dengan
penyiapan tenaga pendidik (guru) yang profesional merupakan tantangan
tersendiri yang membutuhkan penyelesaian secara epistemologis. Problematika
tersebut antara lain, mampukah dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat
memainkan peranan secara fungsional di tengah-tengah dunia keilmuan yang sedang
berkembang, dan mampukah dunia pendidikan menciptakan mutu lulusan yang mampu
mengangkat dunia keilmuan Pendidikan seperti sedia kala (seperti masa keemasan
dunia keilmuan Pendidikan).
Tantangan tersebut bila dapat dijawab secara tepat akan menjadi peluang
yang akan memberikan keuntungan yang luar biasa bagi terciptanya
profesionalisme guru yang berimplikasi pada penyiapan mutu lulusan yang mampu
mengangkat dunia keilmuan Pendidikan. Hal tersebut perlu dikemukakan karena
secara kelembagaan dunia pendidikan dengan ujung tombak guru merupakan lembaga
yang dipercaya untuk menyiapkan kader pemimpin masa depan bangsa. Berkaitan
dengan ini, maka upaya untuk membangun profesionalisme guru secara
epistemologis tidak dapat ditunda-tunda lagi. Untuk itu, beberapa pemikiran
epistemologis guna menciptakan profesionalisme guru yang dapat mengangkat dunia
keilmuan Pendidikan di bawah ini perlu dipertimbangkan dan direnungkan.
Pertama, telah banyak pemikiran yang dikemukakan para ahli dalam rangka
menjawab pertanyaan yang dihadapi lembaga pendidikan tersebut. Sebagian pakar
mengajukan konsep cooperative learning. Argumen yang
diajukan berkenaan dengan konsep ini adalah masalah-masalah yang kita hadapi
dewasa ini dan di masa depan sebenarnya bersifat saling berkaitan dan lebih
tepat kalau dipandang sebagai jaringan-jaringan masalah yang kompleks. Dengan
konsep belajar itu, setiap masalah akan didekati dengan pendekatan yang
bersifat holistic dan integrated, mengingat masalah pendidikan bukanlah masalah
yang bersifat hierarkis struktural, melainkan saling terkait dengan masalah
lain secara horizontal. Kerja sama dunia pendidikan dengan lembaga-lembaga
pendidikan lainnya, perusahaan, industri, yayasan dan lain sebagainya sangat
diperlukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru dalam
mempersiapkan mutu lulusan yang mampu menciptakan kemajuan dalam dunia keilmuan
Pendidikan seperti halnya kemajuan yang pernah dicapai oleh dunia keilmuan
Pendidikan tempo dulu.
Kedua, Torstein Hussein dalam bukunya Learning Society, sebagaimana dikutip
oleh Abudin Nata mengajukan konsep yang disebut sebagai “masyarakat belajar”.
Menurut konsep ini, belajar di masa sekarang tidak dapat hanya dilakukan di
ruang kelas, tetapi dengan cara mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang
ada di masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar. Bahan-bahan informasi
yang terdapat di berbagai media massa, seperti surat kabar, majalah, radio,
televisi, komputer dan lain sebagainya harus didayagunakan untuk kepentingan
proses pembelajaran. Melalui hal ini, guru akan mendapatkan suatu arahan,
pembinaan mengenai hal-hal yang dapat meningkatkan keprofesionalannya dalam
proses pembelajaran di lembaga pendidikan di mana ia bertugas, sehingga ia
dapat dengan mudah menciptakan kualitas dan mutu peserta didiknya yang up to
date dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Ketiga, problematika dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas,
menghendaki dunia pendidikan menata ulang berbagai aspek pendidikan yang selama
ini dilakukan. Aspek-aspek pendidikan seperti dasar pendidikan, tujuan, kurikulum,
metode dan pendekatan yang digunakan, sarana dan prasarana yang tersedia,
lingkungan, evaluasi dan sebagainya perlu ditinjau ulang. Mengingat gurulah
yang berada paling depan dalam kegiatan pendidikan, maka guru harus memiliki
kesadaran dan tanggung jawab akan tugas dan profesi yang diembannya dan jangan
pernah menganggap profesinya itu sebagai kegiatan untuk mencari uang saja atau
untuk hidup survive dalam waktu jangka pendek. Dalam diri guru harus ditanamkan
sikap tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan guru harus
memiliki sikap-sikap sebagai manusia yang berfikir rasional, dinamis, kreatif,
inovatif, beroientasi pada produktivitas, bekerja secara profesional,
berwawasan luas, berpikir jauh ke depan, menghargai waktu dan seterusnya.
Selain itu, diperlukan penanaman kepribadian yang tangguh dan pembudayaan
akhlaqul karimah dalam setiap perbuatan kesehariannya agar menjadi suri
tauladan bagi peserta didiknya.
Disamping peran pemimpin dalam lembaga pendidikan, maka diperlukan pula
political will atau kebijakan politis dari pemerintah dalam rangka menciptakan
guru yang profesional, misalnya dengan memberikan penyuluhan, pelatihan,
pemberian dana dalam upaya peningkatan profesionalitas guru agar supaya
tercipta sosok guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap tugas yang
diembannya. Tentunya dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak tersebut,
maka tantangan apapun yang berkaitan dengan upaya peningkatan profesionalisme
guru dapat teratasi dengan mudah.[9]
F. Kompetensi Keilmuan
Guru
Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
a.
Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran, sekurang-kurangnya meliputi, pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta
didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran,
evaluasi proses dan hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.
.Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian selayaknya mempunyai sifat yang mencakup
,berakhlak mulia, arif dan bijaksana, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur,
mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif
mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan.
c.
Kompetensi sosial
Kompetensi sosial
merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, sekurang-kurangnya
meliputi berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat, menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi secara fungsional,bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan
pendidikan, orang tua/wali peserta didik, bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku,
dan menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan.
d.
Kompetensi profesional
Kompetensi
professional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu,
teknologi, dan/atau seni yang sekurang-kurang meliputi penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya,
konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan
yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu.[10]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar